Ketika Bilal Bin Rabah Rindu Pada Rasulullah |
Secepat kilat ia meraih tunggangannya. Meluncur menuju Madinah Al-Munawarah. Sesampai di kuburan Rasulullah, tanpa terasa air matanya tumpah. Ia bolak-balikkan wajahnya di atas pusara kekasihnya (Nabi SAW).
Setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun ke-11 H, Bilal merasakan hari-harinya dipenuhi dengan kerinduan dan kenangan hidup yang mendalam bersama Nabi. Tak tahan itu terus mengganggu hari-harinya, ia pun berhijrah ke Syam (Suriah, sekarang). Namun, kenangan dan kerinduannya akan Rasul selalu ada dalam benaknya.
Suatu malam, ia bermimpi. Orang yang dikasihinya hadir dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Rasul bertanya kepadanya. “Kebekuan apakah ini hai Bilal? Bukankah sudah waktunya engkau mengunjungiku?” Maksudnya sudah lama engkau tidak mengunjungiku wahai Bilal.
Spontan Bilal terjaga dari tidurnya. Ketakutan dan kesedihan tidak dapat ia sembunyikan dari air mukanya. Secepat kilat ia meraih tunggangannya. Meluncur menuju Madinah Al-Munawarah. Sesampai di kuburan Rasulullah, tanpa terasa air matanya tumpah. Ia bolak-balikkan wajahnya di atas pusara kekasihnya (Nabi SAW).
Al-Hasan dan Al-Husain, cucu Rasulullah, mengetahui hal itu. Mereka mendatangi Bilal. Segera Bilal memeluk dan mencium rindu keduanya. Sejurus kemudian, mereka berkata, “Duhai Bilal, kami ingin sekali mendengarkan lantunan azanmu laiknya engkau azan untuk kakek kami di Masjid ini dulu.” Bilal kemudian mengumandangkan azan, sesuai dengan keinginan kedua cucu Rasul itu.
Maka ketika ia mengumandangkan, “Allahu Akbar”, Kota Madinah gempar. Saat melanjutkan, “Asyhadu alla Ilaha Illallah” kegemparan itu makin menjadi-jadi.
Kala meneruskan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”, para warga Madinah keluar dari rumahnya seraya bertanya-tanya. “Bukankah Rasulullah telah diutus?” Maksudnya mereka heran dan kaget seolah-olah Rasulullah hidup lagi. Tidak ada hari sepeninggal Rasulullah di Madinah terlihat banyak orang yang menangis baik perempuan maupun laki-laki kecuali hari itu.
Kisah sahabat Bilal ini diriwayatkan—di antaranya—oleh Imam as-Samanhudi dalam Wafa’ul Wafa’ (4/1405) dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq/Sejarah Damaskus (7/137). Kisah ini setidaknya memberi lima pelajaran. Pertama, mimpi bertemu Rasulullah adalah hak. “Dan siapa saja yang melihat Rasulullah dalam tidurnya maka dia benar-benar telah melihatnya SAW, karena setan tidak bisa menyerupainya.” (HR Bukhari-Muslim).
Ahli hadis abad ke-21 dari Lebanon, Abdullah Al-Harari (w. 2008) menafsiri bahwa seseorang yang pernah bermimpi bertemu Rasulullah maka insya Allah ia akan meninggal husnul khatimah.
Kedua, ziarah ke pusara Rasulullah merupakan amalan yang baik. Ketiga, menangis dan mencium pusara Rasulullah sebagai ekspresi cinta dan kerinduan adalah hal yang wajar. Rasulullah bersabda, “Seseorang akan dikumpulkan kelak dengan orang yang ia cintai.” (HR Al-Bukhari).
Keempat, azan hendaknya dikumandangkan dengan suara yang nyaring. Sebagaimana Bilal yang bersuara lantang dan ketika azan naik ke atap Masjid an-Nabawi. Kelima, ziarah kubur dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat …” (HR Al-Hakim).
Semoga kita termasuk orang-orang yang rindu kepada Rasulullah, sebagaimana Bilal rindu kepadanya. Testimoni Umar bin Al-Khattab, “Abu Bakar adalah sayyiduna (pemimpin kita) dan yang telah memerdekakan sayyidana, (Bilal).” Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar