Kisah Dewanti, Gadis Manis Hidupi Keluarga dengan Qasidahan
Matahari sudah melewati ubun-ubun kala Dewanti Rustini Putri tiba di rumah. Mukanya terlihat kuyu. Lelah setelah setengah hari menuntut ilmu.

Sesekali, tangannya menyeka keringat di muka. Tas kumal yang disandang pun segera diletakkan. Begitu juga dengan kerudung penutup kepala, dengan rapi dia letakkan di atas kursi lapuk.

Siswi SMP MTS Al-Amal, Kabupaten Bandung, itu memang baru pulang dari sekolah. Jarak sekolah dengan kediamannya di Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, sekitar 500 meter. Saban hari, dia harus berjalan kaki, pulang pergi, nak turun tanjakan.

“Iya baru pulang sekolah, terus tadi ke rumah teman dulu habis main sebentar,” tutur Wanti dikutip Dream dari Merdeka.com.

Sehari-hari, gadis kelahiran 13 Juli 2001 tak hanya bersekolah. Setelah belajar, tanggung jawab besar telah menungunya di rumah. Yaitu merawat sang ayah, Iwan Riswanto dan sang nenek, Omih.

Setelah berganti baju, Wanti langsung menghampiri Omih yang terbaring lemah di ruang tengah. Nenek 85 tahun itu memang banyak menghabiskan waktunya dengan berbaring karena tidak bisa duduk sempurna setelah tiga tahun silam jatuh di halaman rumah. Wanti sangat menyayangi sang nenek. Maklum, dia diasuh Nenek Omih sejak kecil.

Kondisi Iwan juga memprihatinkan. Iwan yang bercerai dengan ibu Wanti empat tahun silam itu kondisinya sakit-sakitan. Sehingga pria yang kini berusia 42 tahun itu tak bisa bekerja.

Biaya hidup sehari-hari banyak mengandalkan kiriman sang kakak yang bekerja di Jakarta. Yang selalu mengirim uang sebesar Rp 500 ribu hingga satu juta. Kedua orang inilah yang setiap hari dirawat Wanti.

Wanti masih beruntung. Dia memiliki bakat menyanyi. Sehingga bisa bergabung dengan grup qasidah yang sesekali tampil di masjid-masjid, meski dengan bayaran ala kadarnya. “Ya lumayan suka tampil-tampil, kadang suka ada untuk jajan, kalau lebaran ada THR,” papar Wanti.

Kerasnya hidup ternyata tak membuat Wanti berputus asa. Dia tetap semangat menatap hari-harinya. Jika kebanyakan anak seusianya menghabiskan waktu untuk bermain, Wanti harus melewatkan hari-harinya untuk bekerja.

“Ya harus mencuci baju, terus bantu nenek kalau misalkan ingin ambil air atau makan. Yang penting nenek dan bapak sehat dulu,” kata dia.

Biasanya, Wanti berlatih qasidahan hingga pukul 16.30 WIB. Setelah itu, dia bersantai dengan menonton televisi. “Pulangnya suka ikut nonton televisi di rumah teman. Karena di rumah nggakada kan, cuma ada radio,” tutur Wanti.

Sumber : dream.co.id

Kisah Dewanti, Gadis Manis Hidupi Keluarga dengan Qasidahan

Kisah Dewanti, Gadis Manis Hidupi Keluarga dengan Qasidahan
Matahari sudah melewati ubun-ubun kala Dewanti Rustini Putri tiba di rumah. Mukanya terlihat kuyu. Lelah setelah setengah hari menuntut ilmu.

Sesekali, tangannya menyeka keringat di muka. Tas kumal yang disandang pun segera diletakkan. Begitu juga dengan kerudung penutup kepala, dengan rapi dia letakkan di atas kursi lapuk.

Siswi SMP MTS Al-Amal, Kabupaten Bandung, itu memang baru pulang dari sekolah. Jarak sekolah dengan kediamannya di Desa Mekarsari, Kampung Gambung, Kecamatan Pasirjambu, sekitar 500 meter. Saban hari, dia harus berjalan kaki, pulang pergi, nak turun tanjakan.

“Iya baru pulang sekolah, terus tadi ke rumah teman dulu habis main sebentar,” tutur Wanti dikutip Dream dari Merdeka.com.

Sehari-hari, gadis kelahiran 13 Juli 2001 tak hanya bersekolah. Setelah belajar, tanggung jawab besar telah menungunya di rumah. Yaitu merawat sang ayah, Iwan Riswanto dan sang nenek, Omih.

Setelah berganti baju, Wanti langsung menghampiri Omih yang terbaring lemah di ruang tengah. Nenek 85 tahun itu memang banyak menghabiskan waktunya dengan berbaring karena tidak bisa duduk sempurna setelah tiga tahun silam jatuh di halaman rumah. Wanti sangat menyayangi sang nenek. Maklum, dia diasuh Nenek Omih sejak kecil.

Kondisi Iwan juga memprihatinkan. Iwan yang bercerai dengan ibu Wanti empat tahun silam itu kondisinya sakit-sakitan. Sehingga pria yang kini berusia 42 tahun itu tak bisa bekerja.

Biaya hidup sehari-hari banyak mengandalkan kiriman sang kakak yang bekerja di Jakarta. Yang selalu mengirim uang sebesar Rp 500 ribu hingga satu juta. Kedua orang inilah yang setiap hari dirawat Wanti.

Wanti masih beruntung. Dia memiliki bakat menyanyi. Sehingga bisa bergabung dengan grup qasidah yang sesekali tampil di masjid-masjid, meski dengan bayaran ala kadarnya. “Ya lumayan suka tampil-tampil, kadang suka ada untuk jajan, kalau lebaran ada THR,” papar Wanti.

Kerasnya hidup ternyata tak membuat Wanti berputus asa. Dia tetap semangat menatap hari-harinya. Jika kebanyakan anak seusianya menghabiskan waktu untuk bermain, Wanti harus melewatkan hari-harinya untuk bekerja.

“Ya harus mencuci baju, terus bantu nenek kalau misalkan ingin ambil air atau makan. Yang penting nenek dan bapak sehat dulu,” kata dia.

Biasanya, Wanti berlatih qasidahan hingga pukul 16.30 WIB. Setelah itu, dia bersantai dengan menonton televisi. “Pulangnya suka ikut nonton televisi di rumah teman. Karena di rumah nggakada kan, cuma ada radio,” tutur Wanti.

Sumber : dream.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar