Kisah Kejujuran Syekh Abdul Kadir Jaelani
Pada suatu ketika, Syekh Abdul Kadir Jaelani pergi ke kota Baghdad dengan tujuan menuntut ilmu. Ketika itu, ia masih sangat muda. Dia mengikuti satu khalifah yang akan menuju ke baghdad dari rumahnya, sebelum berangkat, ibunya memberi sedikit uang sebagai bekal untuk berbelanja serta sedikit bekal makanan. Ibunya menyembunyikan uang  itu pada bagian lengan baju anaknya dan dijahitnya supaya tidak diketahui  oleh orang lain.

Setelah ia siap, ibunya pun  berpesan kepada Syekh Abdul Kadir. ”Hai anakku, aku hendak memberimu beberapa pesan. Dengarkanlah baik-baik, bila engkau dalam perjalanan  dan berada di negeri orang, hendaklah senantiasa berkata dan  berlaku baik dan benar. Ketahuilah, bahwa orang Islam tidak boleh  berdusta. Hai anakku, hendaklah kau ingat akan sabda Rasul bahwa amanah itu adalah kemenangan. Bertindaklah yang benar, baik dalam perkataan, maupun perbuatan. Dengan demikian Allah swt, akan senantiasa melindungi dirimu.”

Di tengah perjalanan, khalifah itu diserang oleh sekelompok perampok secara tiba-tiba. Para perampok meminta  seluruh orang  dalam khalifah itu  mengeluarkan  semua harta  bendanya. Salah seorang perampok bertanya kepada Syekh Abdul Kadir, ”Hai anak muda, apa yang engkau bawa?” Syekh Abdul Kadir  menjawab, “Aku hanya  membawa  uang empat puluh ashrafis (mata uang pada zaman itu)”. Mendengar jawabannya perampok itu membentak Syekh Abdul kadir. “Apakah  kamu hendak mempermainkan aku ? Kamu pasti berbohong!” Perampok itu berkeyakinan bahwa tidak mungkin Syekh Abdul Kadir hanya membawa uang yang begitu sedikit. Syekh Abdul Kadir berusaha meyakinkan  bahwa dirinya memang benar-benar hanya membawa uang empat puluh  ashrafis. Sekalipun perampok itu terus menekan, Syekh Abdul Kadir  tetap tenang, ia berkata. ”Wahai tuan, orang  yang sedang  menuntut ilmu itu seperti sedang berjalan  menuju  ke surga.

Ia selalu di dampingi oleh malaikat  dan malaikat  itu selalu  menolongnya, saya hendak menuntut ilmu dengan harapan saya dapat menjadi orang yang beriman. Mengapa saya mesti berbohong hanya untuk  uang sebesar empat puluh ashrafis ?. Seorang muslim sejati tidak akan berbohong, sekalipun ia dalam keadaan bahaya dan kesusahan.”

Perampok itu terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Syekh Abdul Kadir, ia merasa kagum dan heran dengan sikap  perampok itu  membawa Syekh Abdul Kadir  kepada pemimpinnya.

Di hadapan pemimpin perampok itu Syekh Abdul Kadir memberi tahu tentang tujuannya, yaitu  untuk pergi menuntut ilmu  di negeri Baghdad. “Kalau begitu, engkau tentu membawa uang  bukan ?” kata pemimpin perampok itu. Dengan tenang Syekh Abdul Kadir berkata. ”Ya benar, aku membawa uang sebesar empat pulu ashrafis.” Mendengar perkataannya, pemimpin  perampok itu  tampak menahan marah  dan berkata. ”Apakah engkau hendak mempermainkan diriku ?” Syekh Abdul Kadir  menjelaskan  bahwa dirinya tidak berdusta dan benar-benar  hanya membawa uang  sebesar empat puluh ashrafis. “Ibu  saya telah berpesan kepada  saya  untuk tidak  berbohong. Seorang muslim yang baik  tidak ada berbohong, sekalipun  dalam keadaan bahaya  dan kesusahan. Apalagi, saya akan pergi menuntut ilmu, padahal dalam menuntut ilmu akan menjadi sia-sia  jika saya berbohong”.

Pemimpin perampok itu termenung mendengar perkataan Syekh Abdul Kadir, ia tidak mengira Syekh Abdul Kadir akan berkata demikian. Ia memikirkan perkataan Syekh Abdul Kadir  yang sangat  menyentuh hati pemimpin perampok itu. Ia pun menjadi sedih dan menangis, dan ia  merasa tidak  ada apa-apanya  jika dibandingkan Syekh Abdul Kadir. Syekh Abdul Kadir  tidak mampu  mengkhianati ibunya, sementara  dirinya  mampu  mengkhianati Allah. Akhirnya, pemimpin perampok itu bertobat, ia menyadari kesalahannya selama ini.

Kisah Kejujuran Syekh Abdul Kadir Jaelani

Kisah Kejujuran Syekh Abdul Kadir Jaelani
Pada suatu ketika, Syekh Abdul Kadir Jaelani pergi ke kota Baghdad dengan tujuan menuntut ilmu. Ketika itu, ia masih sangat muda. Dia mengikuti satu khalifah yang akan menuju ke baghdad dari rumahnya, sebelum berangkat, ibunya memberi sedikit uang sebagai bekal untuk berbelanja serta sedikit bekal makanan. Ibunya menyembunyikan uang  itu pada bagian lengan baju anaknya dan dijahitnya supaya tidak diketahui  oleh orang lain.

Setelah ia siap, ibunya pun  berpesan kepada Syekh Abdul Kadir. ”Hai anakku, aku hendak memberimu beberapa pesan. Dengarkanlah baik-baik, bila engkau dalam perjalanan  dan berada di negeri orang, hendaklah senantiasa berkata dan  berlaku baik dan benar. Ketahuilah, bahwa orang Islam tidak boleh  berdusta. Hai anakku, hendaklah kau ingat akan sabda Rasul bahwa amanah itu adalah kemenangan. Bertindaklah yang benar, baik dalam perkataan, maupun perbuatan. Dengan demikian Allah swt, akan senantiasa melindungi dirimu.”

Di tengah perjalanan, khalifah itu diserang oleh sekelompok perampok secara tiba-tiba. Para perampok meminta  seluruh orang  dalam khalifah itu  mengeluarkan  semua harta  bendanya. Salah seorang perampok bertanya kepada Syekh Abdul Kadir, ”Hai anak muda, apa yang engkau bawa?” Syekh Abdul Kadir  menjawab, “Aku hanya  membawa  uang empat puluh ashrafis (mata uang pada zaman itu)”. Mendengar jawabannya perampok itu membentak Syekh Abdul kadir. “Apakah  kamu hendak mempermainkan aku ? Kamu pasti berbohong!” Perampok itu berkeyakinan bahwa tidak mungkin Syekh Abdul Kadir hanya membawa uang yang begitu sedikit. Syekh Abdul Kadir berusaha meyakinkan  bahwa dirinya memang benar-benar hanya membawa uang empat puluh  ashrafis. Sekalipun perampok itu terus menekan, Syekh Abdul Kadir  tetap tenang, ia berkata. ”Wahai tuan, orang  yang sedang  menuntut ilmu itu seperti sedang berjalan  menuju  ke surga.

Ia selalu di dampingi oleh malaikat  dan malaikat  itu selalu  menolongnya, saya hendak menuntut ilmu dengan harapan saya dapat menjadi orang yang beriman. Mengapa saya mesti berbohong hanya untuk  uang sebesar empat puluh ashrafis ?. Seorang muslim sejati tidak akan berbohong, sekalipun ia dalam keadaan bahaya dan kesusahan.”

Perampok itu terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Syekh Abdul Kadir, ia merasa kagum dan heran dengan sikap  perampok itu  membawa Syekh Abdul Kadir  kepada pemimpinnya.

Di hadapan pemimpin perampok itu Syekh Abdul Kadir memberi tahu tentang tujuannya, yaitu  untuk pergi menuntut ilmu  di negeri Baghdad. “Kalau begitu, engkau tentu membawa uang  bukan ?” kata pemimpin perampok itu. Dengan tenang Syekh Abdul Kadir berkata. ”Ya benar, aku membawa uang sebesar empat pulu ashrafis.” Mendengar perkataannya, pemimpin  perampok itu  tampak menahan marah  dan berkata. ”Apakah engkau hendak mempermainkan diriku ?” Syekh Abdul Kadir  menjelaskan  bahwa dirinya tidak berdusta dan benar-benar  hanya membawa uang  sebesar empat puluh ashrafis. “Ibu  saya telah berpesan kepada  saya  untuk tidak  berbohong. Seorang muslim yang baik  tidak ada berbohong, sekalipun  dalam keadaan bahaya  dan kesusahan. Apalagi, saya akan pergi menuntut ilmu, padahal dalam menuntut ilmu akan menjadi sia-sia  jika saya berbohong”.

Pemimpin perampok itu termenung mendengar perkataan Syekh Abdul Kadir, ia tidak mengira Syekh Abdul Kadir akan berkata demikian. Ia memikirkan perkataan Syekh Abdul Kadir  yang sangat  menyentuh hati pemimpin perampok itu. Ia pun menjadi sedih dan menangis, dan ia  merasa tidak  ada apa-apanya  jika dibandingkan Syekh Abdul Kadir. Syekh Abdul Kadir  tidak mampu  mengkhianati ibunya, sementara  dirinya  mampu  mengkhianati Allah. Akhirnya, pemimpin perampok itu bertobat, ia menyadari kesalahannya selama ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar