Pertama, Hendaknya kamu beriman terhadap qadha’ dan qadar Allah Swt.
Dalam shahih Muslim, Yahya bin Ya’mur menceritakan bahwa Ibnu Umar ketika mendengar bahwa ada sekelompok orang di Iraq tidak mau beriman kepada qadha’ dan qadar, beliau langsung berkata, ‘Demi Dzat yang Ibnu Umar bersumpah atas nama-Nya, andaikata salah seorang di antara mereka menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya amal mereka tidak akan diterima kecuali mereka beriman kepada qadha’ dan qadar.” 1
Dalam shahih diriwayatkan bahwa ketika Ubadah bin Shamit akan meninggal, ia berpesan kepada anaknya, “Wahai anakku, engkau harus beriman kepada qadha’ dan qadar. Demi Dzat yang menguasai jiwaku, jika engkau tidak beriman kepada qadha’ dan qadar, maka semua amal perbuatanmu tiada akan berguna bagimu.”2
Dalam Sunan Tirmidzi dengan sanad yang shahih, diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau berada di belakang Rasulullah SAW di atas satu hewan tunggangan. Lalu Rasulullah saw berkata kepada Ibnu Abbas,
“Wahai anak kecil, aku akan mengajarimu beberapa kalimat: Jagalah Allah SWT, maka Dia akan menjagamu; Jagalah Allah SWT, maka kamu akan menjumpai-Nya menuju kamu; Kenalilah Allah SWT di saat senang maka Allah SWT akan mengenalmu di saat susah.”
Rasulullah SAW lalu melanjutkan,
“Dan ketahuilah bahwa kemenangan bersama kesabaran.”
Sebelumnya beliau SAW berkata,
“Ketahuilah bahwa apa yang menimpamu bukanlah untuk membuatmu bersalah; dan apa yang membuatmu salah bukanlah apa yang menimpamu.” 3
Jadi, hal pertama yang membuat musibah menjadi terasa ringan adalah iman kepada qadha’ dan qadar. Dan barangsiapa tidak beriman kepada keduanya, maka Allah SWT tidak akan menerima amal baiknya, keadilannya, perkataannya, dan tidak pula zakatnya. Dan ia akan mendapatkan azab yang pedih.
Kedua, Hendaknya Anda menyadari bahwa musibah yang menimpamu adalah kecil bila dibandingkan dengan nikmat yang diberikan Allah SWT kepadamu.
Allah SWT berfirman,
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (QS. An Nahl: 96).
Maka, apapun yang menimpa seorang hamba baik berupa penyakit, kegelisahan, maupun kesedihan, semuanya merupakan cara Allah SWT untuk menghapus sebagian amal buruk hamba-Nya.
Ketiga, Hendaknya kamu bersantai ria dengan orang-orang yang mengalami hal yang sama.
Dengan begitu, kamu akan tahu bahwa setiap rumah pernah terkena musibah. Karena itulah Khansa’ pernah bersajak:
Kalau bukan karena ada banyak orang di sekitarku
Yang menangisi saudara-saudaranya
Tentu aku sudah membunuh diriku sendiri
Keempat, hendaknya kamu menyadari bahwa musibah kali ini lebih ringan dari pada musibah yang kemarin.
Dalam memberikan cobaan, Allah SWT tidak menyamarkan kadar berat-ringannya. Ada musibah yang berat dan ada yang ringan. Musibah terbesar yang dihadapi seorang hamba adalah dalam hal agama. Jika kamu kehilangan agamamu, maka tidak ada yang bisa menggantinya kecuali Allah SWT. Jika kamu sudah kehilangan agama berarti kamu telah kehilangan semuanya.
Maka, bersyukurlah kepada Allah SWT, jika kamu diuji dengan cobaan pada tubuh, anak, harta, maupun kehormatan kamu; dan bukan pada agamamu. Karena cobaan pada agama merupakan cobaan yang paling besar. Dan tidak ada yang bisa menolongmu dalam menghadapi cobaan pada agama kecuali taubat dan kembali kepada Allah SWT.
- HR. Muslim (8), Ahmad (376), dan Tirmidzi (2610)
- HR. Ahmad (22197, 22199), Abu Dawud (4700), dan Tirmidzi (2155). Lihat al-Misykat (94)
- HR. Hakim (6355), Ahmad (2664, 2758, 2800), dan Tirmidzi (1516). Lihat al-MIsykat (5302)
(Sumber: Kitab Jangan Takut Hadapi Hidup, Karya: Dr. ‘Aidh Abdullah Al-Qarny, Penerjemah: Masrukhin, Penerbit: Cakrawala Publishing)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar