Kisah Pedih Salah Pilih Istri, Pernikahan Hanya Bertahan Empat Bulan
Kisah pedih dialami oleh Priyo (bukan nama sebenarnya). Hatinya hancur berkeping-keping mendapati istrinya telah melahirkan pada bulan keempat pernikahan mereka.

Semula, tak ada yang aneh dengan calon istrinya. Tubuhnya memang tidak langsing, namun wajahnya memuaskan. Ia menerima saja ketika orangtuanya menghendaki Priyo menikah dengan wanita dari tetangga kecamatan itu.

“Keluarganya kaya, Yo. Punya mobil, hartanya banyak, sawahnya luas,” bujuk orangtuanya saat itu.

Sebelum akad nikah, Priyo sempat mendengar ada tetangga yang datang menemui orangtuanya. “Sebaiknya jangan diteruskan proses itu Pak, kabarnya calon menantu Sampeyan itu anaknya nggak baik. Sering ganti-ganti pacar.”

Namun orangtuanya tetap kuekueh. “Mungkin tetangga kita iri karena kamu akan mendapatkan istri orang kaya, Yo,” tepis orangtuanya.

Hari pernikahan akhirnya tiba. Setelah akad nikah, resepsi pun berlangsung mewah. Setidaknya untuk ukuran orang desa.

Karena baru pertama kali menikah, Priyo tidak merasakan keanehan apa pun pada malam pertama. Ia merasa istrinya masih perawan dan baik-baik saja. Ia juga tidak curiga melihat perut istrinya yang agak besar. “Mungkin karena istriku gemuk,” pikirnya.

Namun, bulan demi bulan perut istrinya tampak semakin besar saja. Hingga di suatu hari pada bulan keempat pernikahan mereka, Priyo merasa bagai disambar petir di siang hari. Istrinya melahirkan.

“Baru empat bulan aku nikahi, baru empat bulan aku berhubungan dengannya, bagaimana mungkin dia bisa melahirkan?” Hati Priyo remuk redam. Kepalanya bertambah pusing melihat reaksi keluarga istrinya yang tampak tidak kaget menyambut kehadiran bayi itu. Rupanya mereka sudah tahu bahwa istri Priyo telah dihamili laki-laki lain sebelum menikah. Rupanya mereka buru-buru mencari calon menantu demi menutupi aib keluarga mereka. Bagi mereka saat ini, yang penting masyarakat melihat wanita itu telah menikah. Bayi itu tidak lahir tanpa ayah.

Merasa ditipu mentah-mentah, Priyo pun segera pulang meninggalkan rumah besar yang sempat membanggakan hatinya itu. Keluarga Priyo pun marah. Bukannya kecipratan kekayaan, mereka justru harus menanggung malu.

Benarlah sabda Rasulullah, hendaklah seorang muslim menjadikan agama sebagai pertimbangan utama memilih calon istri. Bukan karena kecantikan atau kekayaan.

لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُرْدِيهِنَّ ، وَلَا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيهِنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ لِلدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْقَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi perempuan karena cantiknya. Boleh jadi kecantikan tersebut akan membinasakannya. Jangan pula karena hartanya karena harta boleh jadi akan menyebabkannya melampaui batas. Menikahlah karena agama. Sungguh budak hitam yang cacat namun baik agamanya itu yang lebih baik” (HR. Ibnu Majah) Wallahu a’lam bish shawab.

Kisah Pedih Salah Pilih Istri, Pernikahan Hanya Bertahan Empat Bulan

Kisah Pedih Salah Pilih Istri, Pernikahan Hanya Bertahan Empat Bulan
Kisah pedih dialami oleh Priyo (bukan nama sebenarnya). Hatinya hancur berkeping-keping mendapati istrinya telah melahirkan pada bulan keempat pernikahan mereka.

Semula, tak ada yang aneh dengan calon istrinya. Tubuhnya memang tidak langsing, namun wajahnya memuaskan. Ia menerima saja ketika orangtuanya menghendaki Priyo menikah dengan wanita dari tetangga kecamatan itu.

“Keluarganya kaya, Yo. Punya mobil, hartanya banyak, sawahnya luas,” bujuk orangtuanya saat itu.

Sebelum akad nikah, Priyo sempat mendengar ada tetangga yang datang menemui orangtuanya. “Sebaiknya jangan diteruskan proses itu Pak, kabarnya calon menantu Sampeyan itu anaknya nggak baik. Sering ganti-ganti pacar.”

Namun orangtuanya tetap kuekueh. “Mungkin tetangga kita iri karena kamu akan mendapatkan istri orang kaya, Yo,” tepis orangtuanya.

Hari pernikahan akhirnya tiba. Setelah akad nikah, resepsi pun berlangsung mewah. Setidaknya untuk ukuran orang desa.

Karena baru pertama kali menikah, Priyo tidak merasakan keanehan apa pun pada malam pertama. Ia merasa istrinya masih perawan dan baik-baik saja. Ia juga tidak curiga melihat perut istrinya yang agak besar. “Mungkin karena istriku gemuk,” pikirnya.

Namun, bulan demi bulan perut istrinya tampak semakin besar saja. Hingga di suatu hari pada bulan keempat pernikahan mereka, Priyo merasa bagai disambar petir di siang hari. Istrinya melahirkan.

“Baru empat bulan aku nikahi, baru empat bulan aku berhubungan dengannya, bagaimana mungkin dia bisa melahirkan?” Hati Priyo remuk redam. Kepalanya bertambah pusing melihat reaksi keluarga istrinya yang tampak tidak kaget menyambut kehadiran bayi itu. Rupanya mereka sudah tahu bahwa istri Priyo telah dihamili laki-laki lain sebelum menikah. Rupanya mereka buru-buru mencari calon menantu demi menutupi aib keluarga mereka. Bagi mereka saat ini, yang penting masyarakat melihat wanita itu telah menikah. Bayi itu tidak lahir tanpa ayah.

Merasa ditipu mentah-mentah, Priyo pun segera pulang meninggalkan rumah besar yang sempat membanggakan hatinya itu. Keluarga Priyo pun marah. Bukannya kecipratan kekayaan, mereka justru harus menanggung malu.

Benarlah sabda Rasulullah, hendaklah seorang muslim menjadikan agama sebagai pertimbangan utama memilih calon istri. Bukan karena kecantikan atau kekayaan.

لَا تَنْكِحُوا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُرْدِيهِنَّ ، وَلَا لِمَالِهِنَّ فَلَعَلَّهُ يُطْغِيهِنَّ ، وَانْكِحُوهُنَّ لِلدِّينِ ، وَلَأَمَةٌ سَوْدَاءُ خَرْقَاءُ ذَاتُ دِينٍ أَفْضَلُ

“Janganlah kalian menikahi perempuan karena cantiknya. Boleh jadi kecantikan tersebut akan membinasakannya. Jangan pula karena hartanya karena harta boleh jadi akan menyebabkannya melampaui batas. Menikahlah karena agama. Sungguh budak hitam yang cacat namun baik agamanya itu yang lebih baik” (HR. Ibnu Majah) Wallahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar