Akhir Hayat Salahuddin Al-Ayyubi |
Setelah berhasil menaklukkan Yerussalem dan melakukan perjanjian damai dengan pasukan salib, Salahuddin kembali ke Damaskus. Riwayat menyebutkan bahwa pada suatu hari dimana hujan turun, dia melakukan perjalanan. Sekembalinya dari perjalanan tersebut, udara pada saat itu dingin dan lembab, sehingga dia jatuh sakit.
Setiap hari keadaannya semakin memburuk. Al-Imad menyebutkan “Aku bersama Salahuddin ketika dia sedang sakit. Demi Allah, semakin parah sakitnya, kepercayaannya kepada rahmat Allah semakin bertambah. Semakin lemah tubuhnya, maka semakin kuat keimanannya kepada Allah.”
Dalam keadaan itu, Salahuddin tidak dapat pergi ke masjid lagi, tapi dia bersikeras untuk menunaikan shalat berjamaah. Jadi mereka membawakannya seorang imam sehingga dia dapat menunaikan shalat secara berjamaah.
Di hari ke-sembilan, Salahuddin tidak sadarkan diri. Syekh Jafaar menyebutkan “Aku sedang membaca Al-Qur’an di sisi tempat tidurnya, dan ketika mencapai ayat “Dia-lah Allah, dan tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Mengetahui perkara ghaib.” Salahuddin sudah tidak sadarkan diri untuk beberapa lama, tapi tiba-tiba aku mendengar suaranya yang lemah mengatakan “Sahih. Kau telah bicara benar. Selama 3 hari aku membaca Al-Qur’an di sisi tempat tidur Salahuddin, dan pada hari terakhirnya, aku mencapai ayat “Tidak ada tuhan selain Allah dan kepada-Nya aku beriman.” Ketika aku melihat wajah Salahuddin, wajahnya menjadi bercahaya, kemudian dia mengucapkan kalimat syahadat, dan meninggal dunia.”
Ibnu Shaddad menyebutkan bahwa inilah bencana terbesar yang menimpa umat muslim sejak kehancuran Khulafaurrasyidin. Ibn Shaddad menyebutkan “Seringkali aku mendengar pepatah yang mengatakan “Kuharap aku dapat meninggal menggantikan Salahuddin.” Aku selalu berpikir bahwa ini adalah metafora. Tapi kemudian aku menyadari hal yang sebenarnya dari pepatah itu ketika Salahuddin meninggal.
Abdul Latif, seorang penyair yang terkenal berkata bahwa Salahuddin ditangisi layaknya seorang nabi, karena setiap orang mencintainya, bahkan umat non-muslim mencintainya.
Dan apa yang ditinggalkan Salahuddin setelah dia wafat? Dia hanya meninggalkan 1 dinar dan 47 dirham, beberapa jubah perang, dan seekor kuda, padahal dia adalah raja Mesir, Siria, Lebanon, dan Yaman. Hanya inilah yang ditinggalkannya, sampai-sampai umat Muslim harus meminjam uang untuk mengurus jenazahnya. Dia wafat pada saat fajr, dan jenazahnya dimakamkan setelah dzuhur.
Orang-orang berteriak dan menangis ketika Salahuddin meninggal. Dan banyak orang yang pingsan ketika mereka melihat jenazahnya karena mereka tidak percaya bahwa Salahuddin telah meniggal.
Bahkan Qadhi Fadhil memberikan fatwa bahwa Salahuddin harus dikubur dengan pedangnya, sehingga ketika di hari kiamat dimana dia akan dibangkitkan kembali, dan salah satu dari ketujuh orang yang mendapat naungan dari Allah adalah, seorang penguasa yang adil. Ketika dia berada di dalam naungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia dapat bersandar pada pedangnya, jadi setiap orang dapat melihat, bahwa dialah sang pembebas Tanah Suci.
Salahuddin adalah orang yang membebaskan Tanah Suci Yerussalem, dialah orang yang membuka gerbang benteng dan kastil orang-orang Kristen. Dan di batu nisannya, mereka menulis “Ya Allah, sebagai kemenangan terakhirnya, bukakanlah untuknya pintu surga!
Salahuddin adalah salah satu pahlawan Islam terbaik. Tapi masalahnya dengan umat muslim pada masa kini adalah, kita telah meninggalkan kejayaan kita. Kau tahu, seperti yang dikatakan seorang penyair:
“Umat muslim datang ke kubur Salahuddin dan mereka terus-menerus berdatangan. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka berada di sisi kuburan Salahuddin dan berkata “Wahai Salahuddin, bangunlah! Bangunlah wahai Salahuddin, kami membutuhkanmu! Tidakkah kau melihat apa yang terjadi di Iraq, Afghanistan, dan Palestina? Tidakkah kau melihat pemimpin bodoh yang kami miliki? Wahai Salahuddin kami membutuhkanmu untuk membebaskan Tanah Suci! Sampai-sampai kuburannya mengeluh karena hal ini. Berapa kali dalam setahun kalian akan membangunkan Salahuddin? Berapa kali kalian akan mencambuk Salahuddin karena sifat penakut kalian sendiri?” Apakah telah sampai pada keadaan sampai-sampai yang hidup meminta bantuan kepada yang mati?”
Yang menjadi masalah adalah, tidak ada seorangpun yang bercita-cita menjadi Salahuddin. Tidak ada seorangpun yang bercita-cita menjadi Umar ibn Khatab, Abu Dzar, atau Abu Bakar R.A., Khadijah, atau Fatimah. Tidak ada seorangpun yang mencoba seperti mereka. Kita telah meninggalkan kejayaan kita. Sudah seharusnya kita bangkit dan mengembalikan kejayaan Islam seperti sedia kala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar