Abul Ash bin Rabi', Menantu Kepercayaan Rasulullah |
Abul Ash bin Rabi' Al-Absyami Al-Quraisyi adalah seorang pemuda kaya, rupawan dan mempesona setiap orang yang memandangnya. Dia bergelimang dalam kenikmatan, dengan status sosial yang tinggi sebagai bangsawan.
Ia mewarisi dari kaum Quraiys bakat dan keterampilan berdagang pada dua musim; musim dingin dan musim panas. Kendaraannya tidak pernah berhenti pergi dan pulang antara Makkah dan Syam. Kafilahnya mencapai 200 orang personil dan 100 ekor unta. Masyarakat menyerahkan harta mereka kepadanya untuk diperdagangkan.
Khadijah binti Khuwailid, isti Rasulullah, adalah bibi Abul Ash. Khadijah menganggapnya seperti anak kandung sendiri. Ia ditempatkan di rumahnya dengan penuh kasih sayang. Begitu juga kasih sayang Rasulullah tidak kurang dari sayang Khadijah.
Setelah cukup usia, Abul Ash menikah dengan Zainab, putri Rasulullah. Namun ketika beliau menerima wahyu dan diutus sebagai Rasul, Abul Ash enggan beriman. Ia tetap setia dengan agama nenek moyangnya. Walau demikian, ia tetap mencintai istrinya, Zainab binti Muhammad SAW.
Ketika pertentangan antara Rasulullah dan kaum kafir Quraiys semakin meningkat, mereka saling menyalahkan sesamanya. Mereka meminta Abul Ash menceraikan Zainab dan mengembalikannya kepada orang tuanya. Namun Abul Ash menolak, ia tetap mencintai istrinya dan tak mau menceraikannya.
Sementara itu, dua orang putri Rasulullah yang lain; Ruqayyah dan Ummu Kultsum telah dicerai oleh suami masing-masing. Rasulullah gembira menerima kembalinya dua orang putrinya itu. Bahkan beliau berharap Abul Ash melakukan hal yang sama terhadap Zainab. Namun beliau tak kuasa untuk memaksakan keinginannya. Apalagi waktu itu, hukum Islam belum mengharamkan perkawinan wanita mukminah dengan pria musyrik.
Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, kaum Quraiys memerangi beliau di Badar. Abul Ash terpaksa ikut berperang di pihak Quraiys, memerangi Rasulullah dan kaum Muslimin. Atas pertolongan Allah, kaum Muslimin menang di Badar, dan Abul Ash pun menjadi tawanan.
Rasulullah mewajibkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas. Beliau menetapkan besar uang tebusan itu antara 1.000-4.000 dirham, sesuatu dengan kedudukan dan kekayaan sang tawanan di kaumnya.
Zainab juga mengirim utusan ke Madinah untuk menebus suaminya. Dalam uang tebusan yang ia kirim terdapat sebuah kalung pemberian ibunya, Khadijah binti Khuwailid.
Melihat kalung itu, wajah Rasulullah berubah sedih. Beliau menoleh kepada para sahabat seraya berkata, "Harta ini dikirim Zainab untuk menebus suaminya, Abul Ash. Jika kalian setuju, kuharap bebaskan tawanan itu tanpa uang tebusan. Uang dan harta Zainab kirimkan kembali kepadanya!"
"Baik, ya Rasulullah," jawab para sahabat.
Rasulullah membebaskan Abul Ash dengan syarat dia segera mengantarkan Zainab kepada beliau. Maka ketika tiba di Makkah, Abul Ash segera mempersiapkan diri untuk memenuhi janjinya kepada Rasulullah. Ia memerintahkan istrinya agar bersiap-siap melakukan perjalanan jauh ke Madinah. Para utusan Rasulullah menunggu tidak jauh di luar kota Makkah.
Setelah berpisah dengan istrinya, Abul Ash tetap tinggal di Makkah hingga menjelang pembebasan kota Makkah. Dia tetap berdagang ke Syam seperti yang biasa dilakukannya.
Pada suatu hari dalam perjalanan pulang ke Makkah, kafilahnya dicegat oleh pasukan patroli Rasulullah di tengah jalan dekat kota Madinah. Unta-unta dan barang muatan dirampas, para pengiringnya ditawan. Mujur bagi Abul Ash, ia berhasil lolos dan melarikan diri.
Menjelang malam, ia memasuki kota Madinah dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati. Sampai di kota dia mendatangi rumah Zainab dan meminta perlindungan. Zainab pun melindunginya.
Tak lama kemudian Rasulullah menemui Zainab dan berkata, "Hormatilah Abul Ash. Tetapi ketahuilah, kamu tidak halal lagi baginya!"
Abul Ash dibebaskan oleh Rasulullah. Seluruh hartanya dikembalikan lagi. Ia pun berangkat ke Makkah, membawa kafilah dan barang dagangan kaum Quraiys. Sampai di Makkah ia melunasi semua kewajibannya kemudian berkata, "Wahai kaum Quraiys, adakah orang yang belum menerima pembayaran dariku?"
"Tidak. Semoga Tuhan memberi balasan kepadamu dengan balasan yang lebih baik," jawab mereka.
"Sekarang ketahuilah," kata Abul Ash. "Aku telah membayar hak kalian masing-masing. Maka kini dengarkan, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad sesungguhnya utusan Allah. Demi Allah, tidak yang menghalangiku untuk menyatakan berislam kepada Muhammad ketika berada di Madinah, kecuali kekhawatiranku seandainya kalian menyangka aku masuk Islam karena memakan harta kalian. Kini setelah Allah membayarnya kepada kalian semua dan tanggungjawabku telah selesai, aku menyatakan masuk Islam."
Abu Ash keluar dari Makkah dan menemui Rasulullah di Madinah. Beliau menyambut kedatangannya dan menyerahkan Zainab kembali padanya. Rasulullah bersabda, "Dia berbicara kepadaku, dan aku memercayainya. Dia berjanji kepadaku, dan dia memenuhi janjinya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar