Besarnya Cinta Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. Kepada Nabi Muhammad S.A.W
“Datanglah waktunya berhijrah, ayah kami pergi dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan 5.000 dinar yang dia punya dibawanya dengan Nabi Muhammad S.A.W. Kakek kami, Abu Quhafa datang. Dia seorang buta dan dia bertanya “Wahai cucuku, kurasa dia telah pergi dan dia telah mengambil semua yang dia miliki.” Kujawab "Kakek, dia tidak melakukan ini dan meninggalkan cukup banyak harta.”  Kakekku buta. Aku mengambil beberapa batu dan aku menaruhnya di tempat dimana biasanya ayahku menyimpan koinnya. Aku mengambil sepotong kain dan untuk membungkus bebatuan itu.  Kemudian aku memegang tangan ayahku dan membuatnya menyentuh kain itu, kemudian aku berkata: ‘lihatlah dia meningggalkan cukup banyak (harta) untuk kita.’  Aku bersumpah demi Allah, ayah kami tidak meninggalkan apapun untuk anaknya, yang aku lakukan hanyalah menghibur kakek kami sehingga dia berpikir ayah kami meninggalkan sisa hartanya.”

Ketika berkenaan dengan Islam, semuanya dia disumbangkan. Dalam hadist Ibnu Umar, Nabi Muhammad S.A.W. sedang duduk-duduk dan ada Abu Bakar di sampingnya. Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang dia ikatkan dengan dua buah batang kayu. Jibril A.S. turun dari langit dan menyampaikan salam dari Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W., kemudian dia bertanya “Ya Rasulullah S.A.W., kenapa aku melihat Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang diikatkan dengan dua buah batang kayu?” 

Nabi Muhammad S.A.W. memberitahu Jibril “Ya Jibril, semua yang dimiliki orang ini telah dibelanjakan untukku dan Islam sehingga sekarang dia tak punya apa-apa, dan itulah mengapa kau melihatnya dalam kondisi seperti ini.”

Jibril A.S. berkata “Ya Muhammad S.A.W., sampaikanlah salam dari Allah kepada orang ini, dan sampaikan padanya bahwa Tuhanmu berfirman: ‘Wahai Abu Bakar, katakanlah, apakah kau merasa senang kepada Tuhanmu dalam kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang dan kecewa kepada Tuhanmu?’ 

Nabi S.A.W. menyampaikan pesan dan salam dari Allah kepada Abu Bakar R.A. Kemudian dia bertanya kepadanya “Wahai Abu Bakar, apakah kau merasa senang kepada Allah dengan kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang kepada Allah?” 

Air mata Abu Bakar mulai mengalir dan dia menjawab “Ya Rasulullah, apakah Abu Bakar marah kepada Tuhannya? Karena Abu Bakar tidak pernah marah kepada Tuhannya. Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah dalam kemiskinan ini.”

Dia tidak membiarkan siapapun mencela Islam, bahkan anggota keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa ketika Abu Quhafa (ayah Abu Bakar) masih dalam keadaan kafir, dia mencela Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. tidak dapat menoleransi hal ini dan dia menampar ayahnya. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. diceritakan tentang kejadian ini dan dia memanggil Abu Bakar dan menanyakan tentang hal ini, inilah jawabannya:

“Ya Rasulullah S.A.W., pada waktu itu jiwaku sedang tidak bersamaku, andaikan jiwaku ada bersamaku, Ya Rasulullah S.A.W., maka aku akan MEMBUNUH ayahku karena mencelamu dengan kata-kata yang tidak pantas.”

Dalam hadist yang dicatat oleh Ibn Abi Syaibah, anaknya, Abdurrahman bin Abu Bakar, mengingatkannya tentang suatu kejadian dalam perang Uhud. Anaknya berkata “Ya ayah, aku melihatmu dalam perang Uhud ketika kau berdiri bersama orang-orang beriman, dan aku berharap dapat dengan mudah membunuhmu, tapi ketika aku berpikir dan mengingat bahwa kau adalah ayahku, maka aku menjauh.”

Abu Bakar R.A. menjawab “Wahai putraku, itulah dirimu, tapi inilah diriku. Andaikan aku melihatmu pada hari itu, maka aku tidak akan berpaling dan aku tak akan berpikir bahwa kau adalah anakku, karena pada saat itu kau dalam keadaan kafir dan kau berpihak pada orang-orang kafir, dan kau menjadi rintangan bagi din yang dibawa oleh Muhammad S.A.W., maka aku akan memisahkan kepalamu dari tubuhmu dan membunuhmu.”

Pada masa 6 tahun setelah berhijrah, orang-orang munafik menyebarkan gosip dan tuduhan palsu kepada ibunda kita, Aisyah R.A., mereka berkata bahwa Aisyah telah menodai kesucian dan kesalehannya. Nabi Muhammad S.A.W. begitu mencintai Aisyah R.A. Dan karena cinta yang dimiliki Nabi Muhammad S.A.W. kepada Aisyah R.A., di sangat bersedih karena mendengar tuduhan ini. Dan yang membuatnya lebih sulit adalah tidak ada wahyu dari Allah yang meluruskan tuduhan ini. Jadi hal ini menjadi begitu sulit bagi Aisyah R.A. dan Nabi Muhammad S.A.W. Bayangkanlah bagaimana kesulitan yang diderita oleh Aisyah R.A. pada waktu itu. Karena tuduhan palsu ini, Aisyah R.A. tidak menerima perhatian dan cinta yang biasanya diberikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. karena pada saat itu dia begitu sedih.

Dan biasanya, ketika seorang wanita sedang dalam kesukaran dan dia mempunyai masalah, seorang wanita yang telah bersuami selalu kembali ke rumah ayah dan ibunya. Ibunda kita Aisyah R.A. meminta izin kepada Nabi Muhammad S.A.W. untuk pulang ke rumah ayahnya (Abu Bakar R.A.) dan ibunya. Rasulullah S.A.W. memberinya izin sehingga pulanglah Aisyah R.A. ke rumah orangtuanya. Mereka hidup dalam rumah dua tingkat. Ibunya ada di bawah sedangkan Abu Bakar R.A. ada di lantai atas. 

Ketika ibunya melihat Aisyah R.A. pulang ke rumah pada waktu yang tidak biasanya, ibunya khawatir dan dia bertanya:“Wahai Aisyah, apakah semuanya baik-baik saja? Kenapa kau pulang?” Aisyah menceritakan kejadiannya dan seakan-akan ibunya telah ditimpa oleh gunung, tapi dia tetap kuat dan teguh, dia menasihati anaknya untuk memberinya kekuatan “Wahai Aisyah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Ketika seorang wanita begitu dicintai oleh suaminya, apalagi seperti cintanya Rasulullah S.A.W. kepada Aisyah R.A., maka orang-orang kadang bicara buruk untuk menjatuhkan wanita itu di mata suaminya. Aisyah R.A. tidak merasa beban ini begitu berat. Karena begitu sedih, dia berteriak dan menangis. Ketika Abu Bakar R.A. mendengar jeritan putrinya, dia bergegas ke bawah. 

Ketika Abu Bakar mengetahui persoalannya, air mata mulai membasahi pipinya, kemudian dia berkata kepada putrinya “Kau akan pergi ke rumahmu sendiri. Pulanglah ke rumah, maka kami juga akan mengikutimu.”

Aisyah R.A. kembali ke rumah dan mereka mengikutinya. Aisyah R.A. jatuh sakit karena peristiwa ini. Karena begitu sedih dia menjadi demam dan dia berbaring di pangkuan ibunya. Setelah Ashar datanglah Nabi Muhammad S.A.W. dan dia bertanya kepada Aisyah R.A. tentang gosip dan tuduhan yang telah tersebar. Disana ada Abu Bakar R.A. dan Ummi Rumman R.A. (ayah dan ibu Aisyah R.A.)

Nabi Muhammad S.A.W. bertanya dan Aisyah mendekat kepada ibu dan ayahnya, dia berpikir bahwa disini dia akan dibela ibu dan ayahnya, dia berkata “Ya ayah, jawablah mewakili diriku. Kau yang membesarkanku, aku telah tinggal bersamamu selama bertahun-tahun, kau tahu kesalehan dan kesucianku. Wakililah diriku dan jawablah pertanyaan Nabi Muhammad S.A.W.”

Ketika tuduhan seperti ini ditujukan kepada putri mereka, orangtua mana yang tidak akan membela putrinya? Ditambah Aisyah R.A. bukanlah wanita biasa, kesalehan dan kesuciannya terkenal ke seluruh penjuru Arab. Tidak pernah ada noda yang datang pada dirinya dan tiba-tiba tersebarlah tuduhan palsu ini. Tentu orangtua manapun di dunia akan membela putrinya dalam situasi seperti ini. Tapi Abu Bakar dan Ummi Rumman tidak seperti kita, mereka adalah orang-orang dengan keimanan yang luar biasa dan mereka begitu mencintai Rasulullah S.A.W. Di satu sisi mereka dapat melihat putri mereka sedang bersedih, dan di sisi lainnya mereka tahu yang dialami Rasulullah S.A.W. Dan mereka lebih menyayangi Nabi Muhammad S.A.W. daripada 1.000 Aisyah sekalipun, sehingga mereka berkata “Ya Aisyah, kami tidak bisa mengatakan apa-apa tentang hal ini...” Inilah cinta yang Abu Bakar miliki untuk Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. lebih mencintai Nabi Muhammad S.A.W. daripada putrinya sendiri.

Umar R.A. meriwayatkan “Hanya satu hari bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar, dan hanya satu malam bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar.” Dan malam yang dia maksud disini adalah malam ketika Abu Bakar berhijrah bersama Nabi Muhammad S.A.W. Umar berkata “Abu Bakar R.A. pergi bersama Rasulullah S.A.W. pada saat berhijrah. Terkadang dia berjalan di depan, dan tiba-tiba dia berbalik dan berjalan di belakang Nabi Muhammad S.A.W.  Karena melihat ini, Nabi Muhammad S.A.W. bertanya kepada Abu Bakar “Ya Abu Bakar, ada apa, kenapa kau berjalan di depan kemudian kau tiba-tiba berlari ke belakang dan berjalan di belakang.” Dia menjelaskan “Ya Rasulullah S.A.W., tiba-tiba aku mengingat bahwa akan ada orang-orang yang mengejarmu, jadi untuk melindungimu, maka aku bergegas ke belakang. Tiba-tiba aku mengingat bahwa sebagian orang-orang kafir mungkin telah ada di depan dan  bersembunyi, maka aku bergegas ke depan untuk melindungimu misalnya ada orang yang ingin menyerangmu.”

Akhirnya mereka sampai di gua dan Abu Bakar R.A. berkata kepada Rasulullah S.A.W. “Ya Rasulullah, tunggu disini.” Abu Bakar memasukinya duluan dan dia membersihkan gua itu. Kemudian dia menutup semua lubang yang dapat dilihatnya, barulah dia meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk memasukinya dan meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk istirahat. Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. beristirahat dengan menempatkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar R.A.

Besarnya Cinta Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. Kepada Nabi Muhammad S.A.W (4)

Besarnya Cinta Abu Bakar Ash-Shiddiq R.A. Kepada Nabi Muhammad S.A.W
“Datanglah waktunya berhijrah, ayah kami pergi dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan 5.000 dinar yang dia punya dibawanya dengan Nabi Muhammad S.A.W. Kakek kami, Abu Quhafa datang. Dia seorang buta dan dia bertanya “Wahai cucuku, kurasa dia telah pergi dan dia telah mengambil semua yang dia miliki.” Kujawab "Kakek, dia tidak melakukan ini dan meninggalkan cukup banyak harta.”  Kakekku buta. Aku mengambil beberapa batu dan aku menaruhnya di tempat dimana biasanya ayahku menyimpan koinnya. Aku mengambil sepotong kain dan untuk membungkus bebatuan itu.  Kemudian aku memegang tangan ayahku dan membuatnya menyentuh kain itu, kemudian aku berkata: ‘lihatlah dia meningggalkan cukup banyak (harta) untuk kita.’  Aku bersumpah demi Allah, ayah kami tidak meninggalkan apapun untuk anaknya, yang aku lakukan hanyalah menghibur kakek kami sehingga dia berpikir ayah kami meninggalkan sisa hartanya.”

Ketika berkenaan dengan Islam, semuanya dia disumbangkan. Dalam hadist Ibnu Umar, Nabi Muhammad S.A.W. sedang duduk-duduk dan ada Abu Bakar di sampingnya. Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang dia ikatkan dengan dua buah batang kayu. Jibril A.S. turun dari langit dan menyampaikan salam dari Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W., kemudian dia bertanya “Ya Rasulullah S.A.W., kenapa aku melihat Abu Bakar mengenakan sebuah pakaian yang diikatkan dengan dua buah batang kayu?” 

Nabi Muhammad S.A.W. memberitahu Jibril “Ya Jibril, semua yang dimiliki orang ini telah dibelanjakan untukku dan Islam sehingga sekarang dia tak punya apa-apa, dan itulah mengapa kau melihatnya dalam kondisi seperti ini.”

Jibril A.S. berkata “Ya Muhammad S.A.W., sampaikanlah salam dari Allah kepada orang ini, dan sampaikan padanya bahwa Tuhanmu berfirman: ‘Wahai Abu Bakar, katakanlah, apakah kau merasa senang kepada Tuhanmu dalam kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang dan kecewa kepada Tuhanmu?’ 

Nabi S.A.W. menyampaikan pesan dan salam dari Allah kepada Abu Bakar R.A. Kemudian dia bertanya kepadanya “Wahai Abu Bakar, apakah kau merasa senang kepada Allah dengan kemiskinan ini, atau apakah kau tidak senang kepada Allah?” 

Air mata Abu Bakar mulai mengalir dan dia menjawab “Ya Rasulullah, apakah Abu Bakar marah kepada Tuhannya? Karena Abu Bakar tidak pernah marah kepada Tuhannya. Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah, Abu Bakar merasa senang dengan Allah dalam kemiskinan ini.”

Dia tidak membiarkan siapapun mencela Islam, bahkan anggota keluarganya sendiri. Diriwayatkan bahwa ketika Abu Quhafa (ayah Abu Bakar) masih dalam keadaan kafir, dia mencela Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. tidak dapat menoleransi hal ini dan dia menampar ayahnya. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. diceritakan tentang kejadian ini dan dia memanggil Abu Bakar dan menanyakan tentang hal ini, inilah jawabannya:

“Ya Rasulullah S.A.W., pada waktu itu jiwaku sedang tidak bersamaku, andaikan jiwaku ada bersamaku, Ya Rasulullah S.A.W., maka aku akan MEMBUNUH ayahku karena mencelamu dengan kata-kata yang tidak pantas.”

Dalam hadist yang dicatat oleh Ibn Abi Syaibah, anaknya, Abdurrahman bin Abu Bakar, mengingatkannya tentang suatu kejadian dalam perang Uhud. Anaknya berkata “Ya ayah, aku melihatmu dalam perang Uhud ketika kau berdiri bersama orang-orang beriman, dan aku berharap dapat dengan mudah membunuhmu, tapi ketika aku berpikir dan mengingat bahwa kau adalah ayahku, maka aku menjauh.”

Abu Bakar R.A. menjawab “Wahai putraku, itulah dirimu, tapi inilah diriku. Andaikan aku melihatmu pada hari itu, maka aku tidak akan berpaling dan aku tak akan berpikir bahwa kau adalah anakku, karena pada saat itu kau dalam keadaan kafir dan kau berpihak pada orang-orang kafir, dan kau menjadi rintangan bagi din yang dibawa oleh Muhammad S.A.W., maka aku akan memisahkan kepalamu dari tubuhmu dan membunuhmu.”

Pada masa 6 tahun setelah berhijrah, orang-orang munafik menyebarkan gosip dan tuduhan palsu kepada ibunda kita, Aisyah R.A., mereka berkata bahwa Aisyah telah menodai kesucian dan kesalehannya. Nabi Muhammad S.A.W. begitu mencintai Aisyah R.A. Dan karena cinta yang dimiliki Nabi Muhammad S.A.W. kepada Aisyah R.A., di sangat bersedih karena mendengar tuduhan ini. Dan yang membuatnya lebih sulit adalah tidak ada wahyu dari Allah yang meluruskan tuduhan ini. Jadi hal ini menjadi begitu sulit bagi Aisyah R.A. dan Nabi Muhammad S.A.W. Bayangkanlah bagaimana kesulitan yang diderita oleh Aisyah R.A. pada waktu itu. Karena tuduhan palsu ini, Aisyah R.A. tidak menerima perhatian dan cinta yang biasanya diberikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. karena pada saat itu dia begitu sedih.

Dan biasanya, ketika seorang wanita sedang dalam kesukaran dan dia mempunyai masalah, seorang wanita yang telah bersuami selalu kembali ke rumah ayah dan ibunya. Ibunda kita Aisyah R.A. meminta izin kepada Nabi Muhammad S.A.W. untuk pulang ke rumah ayahnya (Abu Bakar R.A.) dan ibunya. Rasulullah S.A.W. memberinya izin sehingga pulanglah Aisyah R.A. ke rumah orangtuanya. Mereka hidup dalam rumah dua tingkat. Ibunya ada di bawah sedangkan Abu Bakar R.A. ada di lantai atas. 

Ketika ibunya melihat Aisyah R.A. pulang ke rumah pada waktu yang tidak biasanya, ibunya khawatir dan dia bertanya:“Wahai Aisyah, apakah semuanya baik-baik saja? Kenapa kau pulang?” Aisyah menceritakan kejadiannya dan seakan-akan ibunya telah ditimpa oleh gunung, tapi dia tetap kuat dan teguh, dia menasihati anaknya untuk memberinya kekuatan “Wahai Aisyah, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Ketika seorang wanita begitu dicintai oleh suaminya, apalagi seperti cintanya Rasulullah S.A.W. kepada Aisyah R.A., maka orang-orang kadang bicara buruk untuk menjatuhkan wanita itu di mata suaminya. Aisyah R.A. tidak merasa beban ini begitu berat. Karena begitu sedih, dia berteriak dan menangis. Ketika Abu Bakar R.A. mendengar jeritan putrinya, dia bergegas ke bawah. 

Ketika Abu Bakar mengetahui persoalannya, air mata mulai membasahi pipinya, kemudian dia berkata kepada putrinya “Kau akan pergi ke rumahmu sendiri. Pulanglah ke rumah, maka kami juga akan mengikutimu.”

Aisyah R.A. kembali ke rumah dan mereka mengikutinya. Aisyah R.A. jatuh sakit karena peristiwa ini. Karena begitu sedih dia menjadi demam dan dia berbaring di pangkuan ibunya. Setelah Ashar datanglah Nabi Muhammad S.A.W. dan dia bertanya kepada Aisyah R.A. tentang gosip dan tuduhan yang telah tersebar. Disana ada Abu Bakar R.A. dan Ummi Rumman R.A. (ayah dan ibu Aisyah R.A.)

Nabi Muhammad S.A.W. bertanya dan Aisyah mendekat kepada ibu dan ayahnya, dia berpikir bahwa disini dia akan dibela ibu dan ayahnya, dia berkata “Ya ayah, jawablah mewakili diriku. Kau yang membesarkanku, aku telah tinggal bersamamu selama bertahun-tahun, kau tahu kesalehan dan kesucianku. Wakililah diriku dan jawablah pertanyaan Nabi Muhammad S.A.W.”

Ketika tuduhan seperti ini ditujukan kepada putri mereka, orangtua mana yang tidak akan membela putrinya? Ditambah Aisyah R.A. bukanlah wanita biasa, kesalehan dan kesuciannya terkenal ke seluruh penjuru Arab. Tidak pernah ada noda yang datang pada dirinya dan tiba-tiba tersebarlah tuduhan palsu ini. Tentu orangtua manapun di dunia akan membela putrinya dalam situasi seperti ini. Tapi Abu Bakar dan Ummi Rumman tidak seperti kita, mereka adalah orang-orang dengan keimanan yang luar biasa dan mereka begitu mencintai Rasulullah S.A.W. Di satu sisi mereka dapat melihat putri mereka sedang bersedih, dan di sisi lainnya mereka tahu yang dialami Rasulullah S.A.W. Dan mereka lebih menyayangi Nabi Muhammad S.A.W. daripada 1.000 Aisyah sekalipun, sehingga mereka berkata “Ya Aisyah, kami tidak bisa mengatakan apa-apa tentang hal ini...” Inilah cinta yang Abu Bakar miliki untuk Nabi Muhammad S.A.W. Abu Bakar R.A. lebih mencintai Nabi Muhammad S.A.W. daripada putrinya sendiri.

Umar R.A. meriwayatkan “Hanya satu hari bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar, dan hanya satu malam bersama Abu Bakar lebih baik daripada Umar dan keluarga Umar.” Dan malam yang dia maksud disini adalah malam ketika Abu Bakar berhijrah bersama Nabi Muhammad S.A.W. Umar berkata “Abu Bakar R.A. pergi bersama Rasulullah S.A.W. pada saat berhijrah. Terkadang dia berjalan di depan, dan tiba-tiba dia berbalik dan berjalan di belakang Nabi Muhammad S.A.W.  Karena melihat ini, Nabi Muhammad S.A.W. bertanya kepada Abu Bakar “Ya Abu Bakar, ada apa, kenapa kau berjalan di depan kemudian kau tiba-tiba berlari ke belakang dan berjalan di belakang.” Dia menjelaskan “Ya Rasulullah S.A.W., tiba-tiba aku mengingat bahwa akan ada orang-orang yang mengejarmu, jadi untuk melindungimu, maka aku bergegas ke belakang. Tiba-tiba aku mengingat bahwa sebagian orang-orang kafir mungkin telah ada di depan dan  bersembunyi, maka aku bergegas ke depan untuk melindungimu misalnya ada orang yang ingin menyerangmu.”

Akhirnya mereka sampai di gua dan Abu Bakar R.A. berkata kepada Rasulullah S.A.W. “Ya Rasulullah, tunggu disini.” Abu Bakar memasukinya duluan dan dia membersihkan gua itu. Kemudian dia menutup semua lubang yang dapat dilihatnya, barulah dia meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk memasukinya dan meminta Nabi Muhammad S.A.W. untuk istirahat. Kemudian Nabi Muhammad S.A.W. beristirahat dengan menempatkan kepalanya di pangkuan Abu Bakar R.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar